Jurnalisme di Era Digital

* Oleh: Serepina Tiur Maida, S.Sos., M.Pd., M.I.Kom.

68
Narwastu.id-Jurnalisme di era digital ini, kecepatan dan aksesibilitas informasi telah menjadi kunci utama di dunia media. Namun, di tengah lautan informasi yang begitu luas, ada banyak jangkauan yang harus menerima informasi, kebutuhan akan keberimbangan, keakuratan, dan kecermatan dalam melaporkan berita lebih penting daripada sebelumnya. Dari banyaknya kasus ketidakakuratan data, maka seorang jurnalis di era digital harus memiliki strategi atau taktik untuk mengatasi permasalahan tersebut, apalagi media informasi sudah banyak sekali atau disebut dengan new media, yang muncul di dunia yang serba teknologi. Mudah menerima informasi dari manapun.
Jurnalisme sudah mengalami masa transformasi ke arah era digital pada tahun 1990. Jurnalisme digital ini membawa kita ke era teknologi telah mengubah fundamental cara kita mengkonsumsi dan memahami berita. Namun, di balik kecanggihan teknologi, ada juga isu-isu di era digital ini yang membuat para jurnalis harus mengembangkan kemampuan untuk menyeimbangkan perubahan pada era ini. Pun tantangan yang akan dihadapi oleh seorang jurnalis bukan hanya dari lingkup internal, tetapi juga ada dari lingkup eksternal. Mampukah kita menembus tantangan tersebut?
Prof. Drs. Onong Uchjana Effendy (2017:151), menyatakan, istilah jurnalistik berasal dari bahasa Belanda: Journalistiek. Seperti halnya dengan istilah bahasa Inggris: Journalism, yang bersumber pada perkataan journal, ini merupakan terjemahan dari bahasa Latin Diurna yang berarti “harian” atau “setiap hari.” Jurnalistik adalah sebuah proses yang berkaitan dengan kegiatan jurnalisme yang dimulai dari penyelidikan penulisan, penyuntingan, dan penyiaran berita yang akan disampaikan kepada masyarakat luas melalui berbagai media. Dapat diartikan jurnalistik adalah kegiatan komunikasi yang dilakukan dengan cara mengirimkan berita atau ulasan tentang berbagai peristiwa terkini.
Atau kejadian sehari- hari serta fakta dalam waktu yang sesingkat-singkatnya. Jurnalisme tidak hanya merupakan suatu proses pengiriman informasi, tetapi juga merupakan hasil dari interaksi dinamis antara penyedia informasi, media, dan khalayak yang memperkuat konsep komunikasi yang efektif dan relevan dengan perkembangan masyarakat dan kebutuhan informasi yag beragam. Sementara Ana Nadhya Abrar (2016:78), mengatakan, jurnalisme sesungguhnya merupakan usaha. Jurnalisme sejatinya berupaya untuk memastikan pemahaman yang mendalam terhadap informasi yang disampaikan. Dalam hal ini pentingnya pemahaman yang mendalam tidak bisa diabaikan. Setidaknya, hal inilah yang dapat membantu orang untuk memahami jurnalisme secara proporsional.
Serepina Tiur Maida, S.Sos., M.Pd., M.I.Kom.

Steensen, Steen, Laura Ahva (2015:18), menerangkan, jurnalisme digital merupakan sistesis dari tradisi dan inovasi dengan menggunakan teknologi digital dalam memproduksi informasi untuk publik secara umum. Konsep jurnalisme konvensional mulai ditambah dengan unsur-unsur yang melibatkan fungsi teknologi digital. Digitalisasi menjadikan informasi dapat dikonversi dari media massa analog ke dalam bentuk digital, dan disajikan dalam satu wadah yang sama. Pengertian jurnalisme digital, yang sebagian besarnya menitikberatkan kepada tahapan diseminasi informasi, dengan seperangkat teknologi media digital dapat disebut sebagai konvergensi media.

Dalam konteks ini, jurnalisme digital menekankan pada proses penyebaran informasi yang terus mengalami perkembangan dan peningkatan, terutama pada konsep jurnalisme konvensional yang terus menerus mengintegrasikan elemen elemen teknologi media digital di era saat ini. Dimas SEO (2022), menuturkan, jenis digital jurnalistik dapat diidentifikasi dalam dua bidang. Domain awal berkisar dari situs yang berfokus pada konten editorial hingga situs berdasarkan koneksi publik. Domain kedua ditampilkan berdasarkan tingkat partisipasi yang ditawarkan oleh situs berita yang bersangkutan.
Empat jenis digital jurnalistik adalah:
(1) Mainstream News Sites. Contoh website digital jurnalistik jenis ini adalah Detik.com, Astaga.com, dan halaman surat kabar lainnya. Jenis situs ini menyediakan informasi dan konten berita faktual dengan komunikasi partisipatif tingkat rendah.
(2) Index and Category Sites. Jenis digital jurnalistik ini sering dikaitkan dengan situs mesin pencari. Jenis digital jurnalistik ini memberi pemirsa berbagai tautan di World Wide Web. Contohnya adalah situs Google, Altavista, dan Yahoo. (3) Meta and Comment Sites. Jenis digital jurnalistik, situs web tentang media berita dan isu-isu media pada umumnya, kadang-kadang disebut atau dikaitkan dengan pengawas media.
Lalu (4) Share and Discussion Sites. Jenis digital jurnalistik ini termasuk website yang memanfaatkan potensi teknologi internet sebagai forum dan sebagai sarana bertukar pikiran, cerita, dll. Tingkat keterlibatan audiens untuk jenis digital jurnalistik ini sangat tinggi. Misalnya, situs Indymedia dan Slashdot, atau Kaskus dan Detik Forum. Dari jenisnya ada yang menyediakan website digital untuk keperluan informasi dan konten berita yang faktual (nyata) yang hanya dishare pada suatu website yang tingkat responsifnya rendah. Selain itu, jenis jurnalisme digital menyediakan website untuk berita hoax (isu) yang dapat dikatakan menjadi salah satu tantangan seorang jurnalis untuk meminimalisir hal tersebut dapat terjadi.
Di samping itu, ada etika jurnalisme digital. Etika jurnalisme online memiliki tiga kategori utama: pengumpulan berita, pelaporan berita, dan penyajian berita. Dalam setiap kategori, jurnalis dihadapkan pada berbagai dilema etis, seperti perlunya mempertimbangkan kepentingan etis terkait dengan penggunaan media online, meningkatnya kompetisi internet untuk mendapatkan berita terkini, dan tantangan dalam memisahkan kepentingan redaksi dan bisnis media. Perbandingan dengan etika tradisional, terutama dalam media cetak, menunjukkan pergeseran nilai yang lebih menekankan kecepatan, transparansi, dan koreksi setelah publikasi dalam jurnalisme online, yang dapat mempengaruhi profesionalitasnya secara keseluruhan. Peran jurnalisme di era digital adalah, untuk tetap jujur dan tidak memihak. Tentu saja hal ini menjadi semakin sulit. Demi menarik perhatian masyarakat yang jumlahnya sangat sedikit, para jurnalis memilih menggunakan cara-cara yang sensasional. Alat AI (Artificial intelligence)  juga bisa sangat membantu. Para jurnalis mengambil peran mereka dengan serius dan menghindari jebakan dalam memilih sensasionalisme jangka pendek dibandingkan kebenaran informatif dan berbasis data yang sangat dibutuhkan. Perkembangan AI berpotensi mengubah peran jurnalisme secara digital secara mendasar.
Tidak lama lagi kita mungkin akan melihat saluran informasi AI, tempat sistem AI mengumpulkan, memfilter, dan menghasilkan data yang secara khusus memenuhi kepentingan dan kebutuhan kita. Efek personalisasi ini telah menjadi tren utama dalam pemasaran apapun. Dan kemungkinan besar hal ini akan menyebar ke bentuk berbagi informasi lainnya. Oleh karena itu, untuk mengetahui arah jurnalisme, penting bagi kita untuk memahami dasar-dasar AI. Peran jurnalisme di era digital menjadi semakin penting dalam menyediakan informasi. Dalam hal ini, peran jurnalisme sangat dibutuhkan untuk menarik perhatian para pembaca. Seorang jurnalis sangat terbantu dengan kehadiran alat AI. Di era ini teknologi informasi dan media sosial (Medsos) mendominasi jurnalisme memiliki peran kunci utama dalam memfilter dan menyajikan sebuah berita kepada seluruh masyarakat.
*Penulis adalah dosen ilmu komunikasi, praktisi komunikasi dan pendidikan, kolomnis Majalah NARWASTU serta pemerhati lingkungan dan sosial.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here